Foto: Dok. (Rfs/InfoNEWS) Kontaktor pembangunan Grand Swalayan Bogor, Santosa (berbaju putih) saat mengadukan nasibnya dengan membawa sejumlah berkas-berkas dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan proyek. |
INFONEWS | BOGOR - Ironi, tampaknya menjadi kata yang tepat bagi para kontraktor kecil di Tanah Air. Bagaimana tidak, massifnya pembangunan infrastruktur baik milik pemerintah maupun swasta dalam beberapa waktu belakangan gagal menjadi ladang cuan. Justru berbalik getir yang harus dijalani hari demi hari hingga bertahun-tahun lamanya. Sabtu (16/8/2025).
Suaranya parau, nyaris tidak ada harapan yang keluar dari mulut Santosa asal Kebon Pala, Kelurahan Gudang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Dia mengisahkan peliknya menagih sisa pembayaran hasil pekerjaannya membangun Grand Swalayan di Jalan Suryakencana. Tahun demi tahun, pria kelahiran 1959 itu memperjuangkan jerih payahnya yang belum dipenuhi. Kerugian materil pun ditaksir mencapai Rp5,8 miliar.
" Pada Januari 2014 saya mendapatkan proyek pembangunannya. Saat itu, dibuatkan kesepakatan bersama diantara batas pekerjaan sesuai gambar denah, jenis material yang digunakan hingga membantu kepengurusan IMB," ungkap Santosa, Jumat 15 Agustus 2025.
Dalam kesepakatan itu, Santosa menambahkan, nilai pekerjaan ditetapkan Rp2.400.000/m2 dengan luas pekerjaan mencapai 3.237,29m2 meliputi lantai dasar , lantai 1,2 dan 3 juga lantai 4 serta bagian atap (DAK,red) sedangkan skema pembayaran sesuai progres pekerjaan.
" Kesepakatan dibuat tidak menggunakan badan usaha tapi secara perorangan. Itu dilakukan, agar pemberi pekerjaan tidak dikenakan PPN tapi ada beberapa jenis material yang PPN nya saya bayar secara pribadi," tambahnya.
Selain melaksanakan pembangunan sesuai gambar denah yang telah disepakati, kata Santosa lagi, pihaknya harus berhadapan dengan instansi terkait dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor. Terlebih saat dimulai pekerjaan, ijin mendirikan bangunan (IMB) masih dalam tahap pengajuan alias belum dikantongi.
" Pekerjaan diawasi Konsultan dan pemilik langsung Grand Swalayan berinisial L. Biaya pengurusan IMB menghabiskan anggaran hingga Rp92 juta dari kantong pribadi, belum lagi sering terjadi perubahan objek kerja atau pun jenis material sedangkan nilai pembayaran tidak berubah," keluhnya.
Santosa juga menuturkan, jika upaya dirinya dalam menagih pembayaran atas pekerjaan yang sudah dilaksanakan pernah dimediasi oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Bogor dan dikeluarkan rekomendasi agar pihak Grand Swalayan melunasi kewajiban bayar senilai Rp600 juta, namun saat itu hanya menyanggupi tagihan sebesar Rp70 juta dengan dalih atas dasar persahabatan.
" Pihak Grand Swalayan hingga saat ini belum melunasi tagihan saya. Terakhir ada surat yang berisi hitungan versi mereka dan disebutkan telah terjadi kelebihan pembayaran, ini jelas ketidakadilan (fitnah,red). Pengusaha sebesar Grand Swalayan, semestinya bisa menyadari akan kewajiban dari pekerjaan saya sebagai pengusaha kecil," tutupnya dengan nada sedih.
Hingga berita ini dimuat, belum ada tanggapan apapun dari pihak Grand Swalayan terkait klaim Santosa bahwa tagihan pekerjaannya belum dilunasi. Saat hendak dikonfirmasi, pemilik Grand Swalayan tidak berada ditempat.
" Kalau pemilik sedang tidak disini mas, saya ga tau apa-apa," ujar salah seorang pekerja Grand Swalayan yang enggan menyebutkan namanya.
AR Sogiri