Keterangan Foto: Penjualan Obat Keras Golongan G Jenis Tramadol dan Hexymer berkedok konter pulsa dan layanan Top Up hingga tarik tunai bernama Asia Cell di Jalan Raya Nagrak Cisarua, Kecamatan Nagrak Kabupaten Sukabumi, meresahkan masyarakat. BPOM dan Polisi diminta segera bertindak agar generasi bangsa bisa diselamatkan. |
INFONEWS | SUKABUMI - Peredaran obat keras golongan G jenis Tramadol dan Hexymer di Kabupaten Sukabumi, Kembali menuai sorotan. Di Jalan Raya Nagrak Cisarua, Kecamatan Ngarak misalnya, penjual obat ilegal berkedok konter pulsa dan layanan top up bernama Asia Cell bebas beroperasi. Senin (18/8/2025).
HN (41) warga Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, mengaku resah dengan praktik penjualan Tramadol dan Hexymer di konter pulsa Asia Cell. Ia pun meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan aparat kepolisian segera bertindak karena menimbulkan dampak negatif apalagi mayoritas pembelinya merupakan anak di bawah umur.
" Polisi dan instansi terkait harus segera bertindak. Ini jelas meresahkan masyarakat dan mengancam masa depan generasi bangsa," kata dia, Minggu 17 Agustus 2025.
Lebih lanjut ia mengatakan, kecurigaan warga berawal setelah melihat anak muda usia sekolah hilir mudik mendatangi Asia Cell. Setelah ditelusuri, ternyata di konter pulsa yang juga melayani Top Up dan tarik tunai itu menjual berbagai obat golongan G jenis Tramadol dan Hexymer.
" Salah satu pembelinya, ternyata anak tetangga yang masih usia sekolah dan mengaku membeli obat keras jenis Tramadol," imbuhnya.
Fenomena maraknya peredaran obat keras golongan G menuai sorotan pegiat anti narkotika dari Gerakan Indonesia Anti Narkotika (GIAN), Iman Sukarya. Pria yang gencar mengkampanyekan bahaya laten obat keras hingga narkoba itu menilai maraknya toko penjual obat keras menunjukkan lemahnya pengawasan BPOM dan aparat kepolisian.
" Sistem pengawasan BPOM pada peredaran obat keras masih sangat lemah. Buktinya, di Jalan Nagrak penjual obat ilegal berkedok Asia Cell bebas beroperasi? Ini harus menjadi perhatian serius BPOM dan Polisi," kata dia.
Ia juga memaparkan, berdasarkan UU nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Pelaku pengedar obat tanpa ijin bisa dikenai pidana 10 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar. Tak hanya itu, kata dia lagi, pada pasal 197 disebutkan barang siapa yang memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa ijin edar dapat dipidana 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
" Larangannya sudah jelas dan berlaku bagi siapapun. Artinya, tidak boleh ada pembiaran dari instansi-instansi terkait demi menyelamatkan generasi bangsa," tandasnya.
AR Sogiri