Keterangan Foto : Ketua Umum AMBS M. Muchsin (kanan kaos hitam) saat berdialog dengan tim Gubernur Jawa Barat (H Mumu,red) di seputar lampu merah Gadog, Minggu 1 Juni 2025. Dalam dialognya, M. Muchsin meminta kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi alias KDM soal larangan angkot beroperasi di hari libur untuk dievaluasi karena menyulitkan warga lokal dalam beraktivitas. |
INFO NEWS | BOGOR - Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akrab disapa KDM soal larangan sopir angkot di Jalur Cibedug, Pasir Muncang dan Cisarua beroperasi saat akhir pekan untuk mengurangi kemacetan di kawasan Puncak dan sekitarnya, berdampak terhadap masyarakat lokal yang hendak beraktivitas.
Ketua Umum Aliansi Masyarakat Bogor Selatan (AMBS), M Muchsin mengatakan, tidak beroperasi angkot menyebabkan masyarakat kesulitan mengakses sarana transportasi. Melihat situasi tersebut, kata dia lagi, AMBS menyediakan 10 unit motor untuk mengantar masyarakat secara gratis.
" Kebijakan KDM harus dievaluasi, karena ada masyarakat lokal yang kesulitan. Kami bersama tim terjun langsung ke lapangan, dengan membantu masyarakat yang hendak beraktivitas," ungkap M. Muchsin kepada H Mumu dan Kabid Lalin Dishub Kabupaten Bogor, di seputar lampu merah Gadog, Minggu 1 Juni 2025.
Ia menjelaskan, kemacetan di jalur Puncak bukan disebabkan oleh angkutan kota (angkot) tapi karena terjadi penumpukan kendaraan wisatawan dibeberapa titik sehingga perlu dilakukan penataan dengan sistem rekayasa infrastruktur. Selain itu, tambahnya, Dishub dan Organda bisa mengatur jadwal operasional angkot agar masyarakat tetap bisa memperoleh akses transportasi.
" Kan bisa diatur jadwal operasional angkot atau di shift. Jadi warga lokal bisa tetap terlayani," imbuhnya.
Bicara soal Puncak, sambung M. Muchsin, pintu gerbangnya ada di Ciawi sehingga perlu pembenahan dengan membangun terminal. Ia juga menyinggung peran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor yang dinilai tidak peduli terhadap dampak yang timbul dan dirasakan secara langsung oleh warga lokal atas kebijakan larangan angkot beroperasi saat ini.
" Pemkab Bogor jangan diam saja, kenapa tidak menyiapkan transportasi masal misalnya bus untuk antisipasi kesulitan akses transportasi bagi warga. Ini bukan soal nilai dana kompensasi yang diterima sopir hingga pengusaha angkot, tapi persoalan di masyarakat," paparnya.
M. Muchsin pun mengajak KDM untuk bisa berdiskusi dengan sejumlah elemen masyarakat di Puncak dan sekitarnya dalam mengatasi kemacetan setiap akhir pekan. Menurut dia, kepedulian KDM terhadap kawasan Puncak mulai dari kelestarian lingkungan hingga persoalan sosial berupa kemacetan harus diapresiasi tapi diperlukan evaluasi agar tidak berdampak negatif terhadap warga lokal.
" Kami membuka diri untuk berdiskusi bukan menolak kebijakan tapi perlu dievaluasi. AMBS itu terdiri dari sejumlah elemen masyarakat, tokoh politik hingga tokoh agama yang ada di wilayah Selatan," jelasnya.
Menanggapi hal itu, Tim KDM yang mengunjungi seputaran lampu merah Gadog untuk menyerahkan dana kompensasi bagi sopir angkot melalui perwakilan sopir, KKSU, Organda dan Dinas Perhubungan mengaku akan menyampaikan aspirasi dari perwakilan masyarakat. Soal evaluasi, nantinya akan disampaikan kepada Gubernur Jabar Dedi Mulyadi alias KDM.
" Aspirasi ini sangat baik dan akan disampaikan langsung kepada Gubernur KDM. Dalam kebijakan, tentu akan muncul persoalan tapi kita harus secara bersama-sama mencari solusi terbaik dari persoalan itu," ujar H Mumu diamini Kabid Lalin Dishub Kabupaten Bogor, Dadang Hengki.
Usai menyampaikan aspirasinya, sejumlah perwakilan masyarakat Puncak dan sekitarnya langsung meninggalkan area Gadog untuk mengangkut masyarakat lokal yang kesulitan akses transportasi dalam beraktivitas akibat kebijakan larangan sopir angkot beroperasi di akhir pekan.
AR Sogiri