Keterangan Foto: Salah Satu Lokasi PETI di Tanjakan Kedik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Belakang diketahui, salah seorang pengelola PETI yang masih nekat beroperasi berinisial RHT alias H Bontot sehingga menuai sorotan Pegiat Lingkungan atas penegakan hukum. |
INFO NEWS | SUKABUMI - Meski Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menutup 118 lokasi tambang ilegal sepanjang semester pertama tahun 2025, sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan aturan di sektor pertambangan, tapi aktivitas galian Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) alias ilegal di Tanjakan Kesik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, Kabupeten Sukabumi, tetap beroperasi.
Dilansir dari berbagai sumber, aparat penegak hukum (APH) dari Satreskrim Polres Sukabumi berulang kali melakukan operasi penggerebekan lokasi tambang emas ilegal di Tanjakan Kesik, dan mengamankan para penambang berikut barang bukti berupa material tambang, tapi upaya penegakan hukum itu seolah tidak berarti karena praktik penambangan emas ilegal tetap terjadi.
Fenomena ini pun menimbulkan pertanyaan masyarakat terdampak hingga pegiat lingkungan. Apakah murni desakan ekonomi sehingga penambang liar nekat beroperasi, atau justru karena pengelola merasa kebal hukum? Belakangan diketahui, salah seorang pengelola galian emas ilegal di Tanjakan Kesik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan, yang saat ini tetap nekat beroperasi berinisial RHT yang akrab disapa H Bontot.
" Di Tanjakan Kesik Desa Cihaur, ada beberapa pengelola lokasi tambang emas tak berizin yang masih beroperasi salah satunya RHT yang biasa disapa H Bontot. Di setiap lokasi (lubang,red) ada sejumlah pekerja atau penambang," ungkap YS (41) salah seorang warga Cihaur yang namanya enggan disebutkan, Minggu 28 September 2025.
Petani beranak tiga itu menuturkan, bahwa para penambang emas ilegal di Tanjakan Kesik yang berasal dari Cihaur maupun luar daerah, tidak menutup mata terhadap risiko yang timbul akibat aktivitas penambangan baik bagi lingkungan hingga ancaman hukum serta keselamatan jiwa. Namun desakan ekonomi, menjadi alasan utama sebagian besar penambang.
" Kondisi sosial ekonomi, mengalahkan ancaman hukum dan keselamatan jiwa hingga dampak lingkungan yang timbul akibat aktivitas tambang. Bencana banjir, longsor bahkan penambang yang meninggal tertimbun longsoran saat menggali sering terjadi," tambahnya.
Pegiat lingkungan Jabar, Jeffery mendesak agar aparat kepolisian juga instansi lainnya untuk serius menangani persoalan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Tanjakan Kesik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan Sukabumi. Ia menilai, tindakan hukum harus diberlakukan terhadap pengelola hingga pihak ikut yang membiayai aktivitas PETI.
" Kalau hanya menangkap para penambang, dan menutup galian PETI tidak akan menghentikan praktik tambang ilegal di Tanjakan Kesik. Pengelola dan pendana (yang membiayai,red) harus diseret ke ranah hukum karena jadi aktor utama dalam hal ini," kata Jeffery.
Peneliti dari LSM Matahari itu, mengaku geram masih beroperasi PETI di Tanjakan Kesik. Ia juga berpendapat, pengelola galian yang merekrut atau mempekerjakan penambang tidak lagi mengindahkan dampak buruk terhadap keselamatan maupun lingkungan sekitar. Potensi yang timbul, kata dia lagi, selain merusak ekosistem dan mengancam nyawa penambang, bisa memicu banjir maupun longsor.
Keterangan Foto: Aparat Kepolisian dalam operasi penggerebekan lokasi PETI di Tanjakan Kesik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan. Ironisnya, aktivitas praktik penambangan emas ilegal hingga saat ini tetap terjadi sehingga menuai isu publik bahwa pengelola galian kebal hukum?. |
" Keberadaan PETI di Cihaur Simpenan, tepatnya di Tanjakan Kesik jelas memperburuk citra penegakan hukum dan menunjukkan lemahnya pengawasan maupun penindakan," jelasnya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat (Jabar) Bambang Tirtoyuliono mengatakan, pihaknya terus memperkuat pengawasan internal agar praktik PETI dapat ditekan. Ia juga mengaku, saat ini Pemerintah Provinsi Jabar menyiapkan berbagai langkah strategis untuk meningkatkan kapasitas pengawasan dan penertiban.
" Langkah strategis mencakup koordinasi lintas sektor, juga pemanfaatan teknologi informasi untuk memantau kegiatan tambang ilegal," kata kata, Bambang.
Dikonfirmasi via selulernya, RHT alias H Bontot, mengaku mengelola galian PETI di Tanjakan Kesik, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenen Sukabumi. Ia juga mengatakan, di Tanjakan Kesik terdapat beberapa pengelola galian lain bukan dirinya saja yang beroperasi dan telah berkoordinasi meski tidak menyebutkan koordinasi yang dilakukan secara detail.
" Iya memang saya mengelola, tapi kenapa saya saja yang disebutkan? Kan ada pengelola lainnya yang juga beroperasi disini. Untuk koordinasi, kita sudah lakukan melalui pihak yang dipercayakan untuk mengatur koordinasi," kata H Bontot seraya membenarkan, adanya isu pihak-pihak yang terlibat membiayai pengelola galian PETI di Tanjakan Kesik.
IL/AR Sogiri