INFO NEWS | PACET - Banyak upaya sudah dilakukan PT. Daya Mas Geopatra Pangrango bersama Kementerian ESDM dengan Melibatkan Pemda Cianjur maupun Muspicam dari Kecamatan Cipanas dan Pacet melalui kegiatan Sosialisasi kepada Masyarakat yang tinggal dikaki gunung gede pangrango, namun gelombang penolakan terus datang silih berganti.
Babak Baru Penolakan proyek geothermal datang dari Masyarakat Kp. Pasircina, Ciguntur dan Gunung Putri, mereka menolak berdirinya proyek energi terbarukan sumber panas bumi sekaligus tidak memberikan akses jalan masuk ke proyek tersebut yang masih dalam tahap (PSPE) Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi.
Penolakan tersebut dapat terlihat dari maraknya pemasangan spanduk penolakan yang dipasang warga di sepanjang jalan masuk menuju proyek geothermal. Selasa, (2/1/2024).
Penolakan warga ditenggarai kekesalan warga terhadap para pemangku kebijakan yang diduga akan memberikan akses jalan menuju proyek tanpa melibatkan masyarakat.
Seperti yang disampaikan Ario Prima tokoh masyarakat Kp. Pasircina Desa Cipendawa Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
"Kami mendengar akan dibuka akses jalan lalu lalang kendaraan proyek, jika itu terjadi yang terganggu nantinya masyarakat setempat, bukan pemangku kebijakan," ujarnya kesal. (1/1/2024)
"Kami mewakili masyarakat Kp. Pasircina dan sekitarnya menolak keras akses jalan digunakan untuk lalu lalang nya kendaraan proyek," imbuh Ario Prima.
Kemudian dengan tegas Ario Prima menolak keberadaan Geothermal di taman nasional gunung gede pangrango.
"Kami' mewakili masyarakat bahwa kita tetap pada dua keputusan; satu' selamatkan Gunung Gede Pangrango, kedua' jangan tukar pertanian diganti dengan pertambangan," ujarnya dengan nada meninggi.
"Implementasinya bahwa masyarakat bukan ingin suatu hal yang aneh, justru perusahaan geothermal yang bertindak aneh-aneh," tambahnya.
Lanjut Ario; "Kalau dipikiran mereka bahwa segala peningkatan tarap hidup harus melalui pertambangan saya usulkan bagaimana kalau kita tetap pada ide yang dulu' yaitu, perbaiki ketahanan pangan bukan ketahanan swasta," sindirnya.
"Seharusnya perusahaan lebih banyak mendengarkan kami, datang langsung ke kami, dengarkan langsung keluhan kami, keinginan kami, bukan melalui voting- voting yang tidak jelas sumbernya," tandas Ario.
Ia pun mengatakan' Kalau ini gerakan Nasional, harusnya tindakannya Nasional yang diterima sekarang Geothermal itu gerakan swasta karena terbaca adanya gerakan yang terpotong-potong,
"Terkadang masuk ke desa orang aja tidak izin, aparat desa masuk juga dengan izin nggak jelas," tutur Ario.
"Musyawarah pun diwarnai permintaan voting, kemudian tiba-tiba tidak jadi voting, menurut kami ada sesuatu yang aneh harusnya lebih Intens dan transparan," bebernya.
Lebih lanjut Ario mengungkapkan; "Juga mengenai keterangan dari orang Kementerian ESDM itu banyak masyarakat jadi ragu, waktu di Hotel Yasmin kementerian menyatakan bahwa 3180 hektar hak penguasaan lahan untuk PT.DMGP adalah garis imajiner, sedangkan kebutuhan pengeboran cuma 4 sampai 6 hektar sementara keterangan dari Pak Adi Prasetyo dari Sinarmas menyewa 3180 hektar pertanyaan saya apa hubungan geothermal dengan 3180 hektar itu," ungkapnya.
Lanjutnya; "Keterangan itu di sampaikan oleh Pak Adi Prasetyo di rumah saya, di kampung Pasircina Rt. 03/03 no 47 waktu beliau di rumah saya," jelas nya.
Selanjutnya Ario membeberkan akan ada perubahan tatanan sosial masyarakat andai proyek ini terwujud.
"Keberatan kita bahwa ini akan bisa mengganti semua struktur tatanan masyarakat, yang tadinya biasa bertani, sekarang di suruh melihat tambang dan cerobong-cerobong yang masuk ke Gunung Gede melalui geotermal ini," bebernya.
"Termasuk akan ada nya hunian-hunian padat dan kita sama sekali tidak ada hubungannya dengan akses jalan karena kita menolak geothermal, menolak penggantian pertanian dengan pertambangan," sambungnya.
Kemudian Ario kembali berbicara tentang akses jalan menuju proyek Geothermal yang melewati beberapa kampung di Desa Cipandawa.
"Kalau dipaksakan harus menyetujui akses jalan, kita pastikan menolak, karena kalau kita memberi akses jalan berarti memberikan izin kepada perusahaan, jadi akses jalan jangan dibicarakan lagi karena masyarakat di pasircina sudah bulat tekad menolak geothermal. Jangan terus dipancing ke akses jalannya sudah enggak setuju ngapain ngasih akses jalan, jangan-jangan nanti diputar lagi tentang kompensasi untuk iming- imingi warga," ucapnya.
"Kami sudah nyaman bertani jangan dipaksa menjadi penambang, warga Kampung Pasircina, Gunungputri, Ciguntur adalah masyarakat Tani Indonesia, berpuluh tahun kami berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional," sambungnya.
Terakhir Ario menegaskan; "Tiga bulan ke belakang perusahaan bersama anteknya lagi gencar- gencarnya bersosialisasi, cuman saya melihat itu bukan sosialisasi itu pemaksaan masyarakat untuk menanda tangani kompensasi berita acara," tegasnya.
"Pada waktu itu menanda tangani 100 orang penolakan berita acara itu dianggapnya nggak sah karena yang sah itu adalah kalau kita membuat kompensasi. Jadi saya tegaskan masyarakat dari rt 03/03 tidak pernah minta kompensasi. Kita menolak kompensasi, berita acara ada di mantan RW 03 bahwa masyarakat sudah menolak serta seluruh ketua erte-nya dan berikut tanda tangan 100 tokoh masyarakat," pungkasnya.
Terpisah, mantan Ketua RW. 03, Dadang Mulyana, menuturkan:
"Memang ada gerakan dari utusan perusahaan ke beberapa tokoh yang isinya berbentuk kompensasi secara bisik-bisik ada amplopnya, memang tidak untuk semua warga hanya untuk beberapa tokoh yang dianggap berpengaruh saja, saya sendiri tidak tahu tujuan nya untuk apa," tutur Dadang. (1/1/2024).
"Semenjak ada itu' ditengah masyarakat jadi muncul pro dan kontra, hingga muncul gejolak cemburu sosial ditengah masyarakat, kompensasi yang seharusnya menjadi hak warga berubah menjadi ajang suap menyuap, kebetulan waktu itu saya masih menjabat sebagai ketua erwe," sambungnya.
Lanjut Dadang; "Hal serupa terjadi di ke-erwean lain nya, besaran kompensasi untuk tokoh itu kisaran 1juta/tokoh yang memberikan kompensasi pihak perusahaan," tambah Dadang.
Lebih lanjut Dadang memaparkan; "Kemudian oleh beberapa tokoh agama kompensasi itu dikembalikan lagi, konon mereka dapat wangsit dari ghaib untuk mengembalikan kompensasi, selanjutnya kompensasi dikembalikan lagi ke aparatur desa," paparnya.
"Pemerintah desa ini jembatan perusahaan dengan masyarakat terlebih di masalah kompensasi ini," bebernya.
Ia pun mengatakan' Terakhir ada konflik pro kontra ditengah masyarakat ke- erewean 03, pada waktu itu kita sepakat menolak proyek geothermal dengan segala aktifitasnya, kita geruduk PJ ketua RW. 03 dan RTnya karena mereka telah melanggar apa yang yang telah di sepakati bersama.
"Kejadiannya dibulan desember tanggalnya saya lupa lagi, selanjutnya terjadi kembali musyawarah di gedung madrasah nurul hikmah tapi tidak ada kesepahaman yang memuaskan dari PJ RW. 03," urai Dadang
"Besoknya kami menghadap Kepala Desa untuk mempertanyakan pengajuan kompensasi yang di inisiasi ketua erte dan beberapa tokoh tanpa sepengetahuan warga, dan disitupun jawaban nya tidak ada kepastian, bahkan ada beberapa hal yang sangat mengecewakan kami, bahwa tanda tangan warga itu hasil sekenan, menurut pihak desa itu bukan tanda tangan asli, tapi hasil sekenan, itu menurut mereka ya dari desa," jelas Dadang.
"Tapi ketika saya tanya ke Ketua BPD itu tanda tangan asli, sesuai dengan analisa kami, 'pa erwe ini tanda tangan asli, jawab ketua bpd." Pungkas Dadang sambil menirukan ucapan Ketua BPD.
(Indrayama)